Kamis, 17 Januari 2013

Metode Kualitatif / Partisipatif



METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini berfokus pada kajian kebudayaan pada pondok pesantren Darul Istiqamah di Kabupaten Maros. Sebagaimana Geertz yang mengemukkan, bahwa penelitian budaya pada umumnya berkonteks lapangan[1]. Karena itu, penelitian ini lebih bersifat penelitian lapangan (field research), merefleksikan sebuah fenomena riil yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara terhadap informan. Di samping itu, penelitian kebudayaan dalam lapangan ilmu sosial cenderung menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Suwardi, penelitian kualitatif lebih menitikberatkan keutuhan (entity) sebuah fenomena budaya dan tidak memandangnya secara parsial[2]. Penelitian kualitatif menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori atau untuk mengidentifikasikan fokus masalah dalam rangka penelitian lebih lanjut. Dalam kaitan ini, penulis tidak menguji suatu hipotesis, serta tidak beranjak dari teori tertentu untuk diuji secara empirik, namun beranjak dari data dan fakta-fakta khusus di lapangan dan membuat kesimpulan berdasarkan landasan atau pengembangan teori tertentu. Dengan demikian, orientasi penelitian ini berupaya memberikan pemahaman deskriptif dan analitis terhadap proses akulturasi budaya lokal dalam lingkup kehidupan pondok pesantren Darul Istiqamah di wilayah Kabupaten Maros.

B.     Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pondok pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Maros. Lokasi penelitian ini terletak kurang lebih 20 kilometer dari pusat Kota Makassar. Objek penelitian dipilih atas dasar pertimbangan bahwa pesantren ini menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat multikultur di Kabupaten Maros, serta melihat kondisi objektif perbedaan latar belakang sosial para santri, tenaga pengajar atau ustadz dan kiai pesantren Darul Istiqamah. Selain itu, kondisi geografis, kedekatan dengan informan, dan pemahaman mendasar tentang pola interaksi sosial para santri juga menjadi bagian dari pertimbangan penulis.
Berdasarkan keterangan di atas, maka subjek (informan) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah elemen masyarakat pesantren yang terdiri dari; kiai, ustadz, pembina, santri, dan warga disekitar pesantren yang dipilih berdasar pertimbangan dan kriteria selektif. Pertimbangan yang dimaksud adalah, informan mengetahui atau menguasai dengan baik masalah yang diteliti, terlibat langsung dalam proses interaksi sosial di pesantren, dan mudah untuk ditemui atau bersedia diwawancarai.     

C.    Metode Pendekatan
Metode pendekatan diarahkan kepada pengungkapan pola pikir yang digunakan peneliti dalam menganalisis sasaran, dalam ungkapan lain pendekatan ialah disiplin ilmu yang dijadikan acuan dalam menganalisis objek yang diteliti sesuai dengan logika ilmu itu. Dilihat dari inti permasalahan yang dikaji, metode pendekatan yang digunakan adalah multidisipliner sebagaimana berikut :
1.      Pendekatan Historis dan Sosiologis
Pendekatan historis dalam konteks ini adalah upaya melacak data-data kesejarahan tentang latar belakang berdirinya sebuah pondok pesantren di Indonesia. Dengan kata lain, sejarah berdirinya pondok pesantren sendiri merupakan salah satu rangkaian yang tidak dapat dilepaskan dengan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, di samping juga melihat kenyataan akulturasi ajaran Islam dengan budaya lokal masyarakat pada masa itu. Dari kerangka historis tersebut, maka pemahaman tentang proses akulturasi di dunia pesantren menjadi acuan dasar atau data pembanding untuk melihat dinamika yang berkembang dewasa ini.
Adapun pendekatan sosiologis adalah upaya untuk menganalisis aspek teoritis  akulturasi (perspektif perubahan sosial). Hal ini dimungkinkan karena ilmu sosiologi berusaha memberi gambaran tentang keadaan suatu masyarakat, pola interaksi, struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dalam konteks ini, akulturasi merupakan suatu gejala sosiologis yang dapat dianalisis dengan mengamati dimensi sosial-budaya masyarakat sebagaimana halnya di lingkungan pesantren.   
2.      Pendekatan Teori Komunikasi Antarbudaya
Pendekatan komunikasi antarbudaya[3] sebagaimana dipaparkan terdahulu (Bab II), dimaksudkan untuk menyoroti realitas sosiologis komunikasi yang terjadi pada masyarakat pesantren Darul Istiqamah. Baik secara personal maupun kolektif, pondok pesantren diasumsikan sebagai miniatur sebuah masyarakat yang pada interaksinya mengandung potensi-potensi komunikasi antarbudaya. Dengan kata lain, ragam etnik dan latar belakang sosial-budaya pada masing-masing individu; santri, kiai, ustadz, maupun warga disekitarnya, memengaruhi aktifitas komunikasi mereka.

D.    Metode Pengumpulan Data
1.      Jenis Data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer yang dimaksud bersumber dari penelitian lapangan (hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi), sementara data sekunder yang dimaksud bersumber dari literatur/kepustakaan.
2.      Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua rangkaian data, yaitu data tertulis, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keduat proses pengumpulan data tersebut dilaksanakan secara simultan hingga mencapai kesimpulan akhir yang valid dan reliable. Adapun penjelasan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a.       Data Tertulis
Data tertulis dalam kaitan ini adalah upaya menelusuri data-data literatur yang relevan dengan orientasi penelitian. Dalam konteks penelitian kualitatif, hal tersebut bertujuan untuk menjadi acuan definisi bagi konsep-konsep penting, serta penjelasan aspek-aspek yang tercakup di dalam fokus bahasan. Konsep-konsep penting yang dimaksud berkenaan dengan aspek kesejarahan pondok pesantren pada umumnya, dan pada khususnya pesantren Darul Istiqamah, teori akulturasi, teori sosiologi komunikasi atau teori komunikasi antarbudaya, dan teori pendidikan Islam sebagai direpresentasikan dalam pendidikan pesantren.
b.      Data Lapangan
1)      Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data dari lapangan dengan melalui pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.  Data yang dimaksud antara lain perilaku keseharian para santri baik selama di dalam lingkungan pesantren maupun interaksi sosial di pondok pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Maros. Sesuai metodologi kualitatif, teknik pengamatan digunakan melalui cara berperanserta.[4] Dalam hal ini, peneliti menggunakan catatan pengamatan atau daftar cek, dan terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pesantren. Karena itu, peneliti berinteraksi secara alamiah dengan untuk memperoleh data empiris yang relevan dengan arah pembahasan.
2)      Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara melakukan dialog atau tanya jawab secara langsung dengan sejumlah informan, baik santri, kiai atau ustadz, serta pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dibutuhkan adalah masalah persepsi, sikap, dan respon para informan terhadap aspek interaksi dan komunikasi. Metode wawancara digunakan berdasarkan teknik snowball sampling, yang diawali dengan menentukan informan kunci. Adapun sifat wawancara yang digunakan ialah wawancara mendalam (indepth interview) dengan model wawancara bebas terpimpin, serta menggunakan panduan wawancara (interview guide). Panduan wawancara dalam hal ini berfungsi sebagai instrumen penelitian, sebagai pedoman terarah bagi peneliti dan informan untuk mengungkap persoalan.
3)      Dokumentasi
Sebagai pelengkap data dari kedua proses sebelumnya yakni pengamatan langsung (observasi) dan wawancara, kemudian mengadakan pengumpulan data melalui proses dokumentasi. Data yang dimaksud berupa arsip atau dokumen kesejarahan pondok pesantren Darul Istiqamah, serta data grafik atau foto objek penelitian berkenaan dengan pembahasan.

E.     Metode Analisis Data
Analisis data dalam peneltian ini dilakukan secara induktif (dari data ke teori), yakni berangkat dari data khusus hasil penelitian lapangan, berupa proses interpretasi transkrip hasil wawancara, pengamatan, dan dokumen yang telah terkumpul, kemudian dikorelasikan dengan pendekatan teori yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan umum. Menurut Moleong, pemakaian induktif dalam penelitian kualitatif budaya lebih dapat mengemukakan kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data, membuat hubungan peneliti-informan lebih akuntabel, dan lebih dapat mempertajam suatu analisis[5]. Dari alasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa analisis induktif lebih realistis dan meyakinkan.
Adapun sistematika analisis yang digunakan adalah model interaktif oleh Haberman dan Miles,[6] yang dielaborasi melalui proses sebagai berikut:
1.      Klarifikasi data
Konseptualisasi hasil wawancara dalam bentuk transkrip yang diinterpretasi, kemudian diklarifikasi oleh informan. Selain itu, data observasi, telaah pustaka, dan sumber data lainnya tetap didiskusikan dengan informan guna memenuhi tingkat konsistensi dan kongruensi data (validitas internal).[7]
2.      Reduksi data
Tahapan memilah data yang terkumpul yang sesuai dengan fokus penelitian. Memilah data dalam artian mengukur derajat relevansinya dengan maksud dan tujuan penelitian, dengan jalan penyederhanaan atau memadukan data yang tersebar, kemudian kembali mengeksplorasi data tambahan.
3.      Penyajian data
Proses deskripsi informasi (uraian naratif). Data yang tersaji kemudian diringkas ke dalam bentuk bagan.
4.      Konklusi dan verifikasi
Tahapan akhir analisis data dengan melibatkan kembali para informan untuk memenuhi kriteria validitas dan dapat dipertanggung jawabkan.