Sabtu, 17 Januari 2015

KEPENTINGAN PENGUASA ATAU KEPENTINGAN MASYARAKAT ?

CONTOH KASUS PERTAMA ( 1)
      Ariyanto (2001,89-90) pada pemberitaan di media surat kabar (Kompas 12 April 2000) dalam berita itu ada dua kelompok yang di beritakan, yakni pengusaha (dominan) dan kelompok buruh (kelas pekerja/tidak dominan). Dalam berita itu di sebutkan pemogokan selama 11 hari yang di lakukan oleh buruh memacetkan produksi, merugikan bukan hanya perusahaan yang berhenti produksi, tetapi juga kehidupan para buruh dan ekonomi di Kediri secara keseluruhan. Bagaimana perusahaan rokok itu menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Kediri, bukan hanya perusahaan itu mampu menyerap ribuan jumlah tenaga kerja, tetapi juga menjadi bagian mata pencarian utama penduduk Kediri. Berita itu, misalnya, dilengkapi dengan data mengenai cukai dan pajak yang dibayarkan Gudang Garam selama tahun 1994-1998. Dari data tersebut terlihat bagaiman Gudang Garam membayar dalam jumlah besar, bahkan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Uraian semacam seakan mensugestikan berapa kerugian yang harus ditanggung dengan berhentinya produksi Gudang Garam. Gudang Garam adalah aset nasional yang menyumbang penyerapan tenaga kerja dan pajak selama puluhan tahun. Kita bisa menanyakan secara kritis, kenapa yang diuraikan dalam teks berita itu adalah pajak yang telah dibayar oleh Gudang Garam dan jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap? Kenapa bukan rendahnya upah buruh linting rokok yang selama puluhan tahun tidak mengalami peningkatan? Kenapa data mengenai kehidupan para buruh dan rendahnya upah mereka tidak terdapat dalam teks? Teks berita tersebut juga menyebutkan bagaimana penduduk Kediri, bahkan Tulungagung, Blitar, dan Nganjuk sangat tergantung sangat tergantung pada aktifitas pabrik rokok yang sudah berdiri sejak tahun 1957 itu. Perusahaan ini disebut dalam teks berita mempekerjakan 40.800 buruh, dan 72 persen di antaranya perempuan. Selain itu ada ratusan atau bahkan ribuan pedagang di pasar-pasar yang menempel pabrik, angkutan umum, pedagang barang dan pakaian, yang terkait erat dengan aktivitas pabrik rokok Gudang Garam tersebut. Mereka hidup dari melinting rokok, memotong tembakau, mengemudi, kernet, operator mesin, dan sebagainya. Berhentinya operasi perusahaan Gudang Garam bagaikan mematikan usaha dan kehidupan masyarakat Kediri. Mengapa yang ditekankan dalam berita tersebut ketergantungan masyarakat Kediri dan sekitarnya terhadap aktivitas gudang Garam? Kenapa bukan sebaliknya, perusahaan rokok itu yang selamanya puluhan tahun tergantung pada masyarakat Kediri, mempekerjakan buruh dengan gaji rendah? Pembacaan kita atas teks berita itu ditentukan oleh ideologi dominan melalui mana berita itu menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Ideologi itu memasukkan asumsi perusahaan rokok Gudang Garam itu telah berjasa besar dalam pemberian pekerjaan dan penghidupan bagi masyarakat dan pemerintah Kediri.

KASUS KEDUA (II)
        Pada Koran (Republika, 28 Juni 2000) berita mengenai konflik antara petani dengan PTPN. Pihak petani menyatakan bahwa mereka selama ini dirugikan dari tindakan mereka menempati tanah PTPN sebagai protes akibat ketidakadilan yang selama puluhan tahun mereka terima. Sementara pihak PTPN justru menganggap, dengan memakai retorika legalitas, bahwa tanah itu adalah tanah mereka. Apa yang dilakukan oleh petani itu adalah tindakan melanggar hukum yang berbahaya. Dalam kasus pertarungan wacana antara petani dengan perkebunan itu, pihak perkebunanlah yang lebih dominan dalam pemberitaan. Pertama, pihak perkebunan mempunyai akses ke media lebih besar. Mereka dengan mudah dapat mengadakan jumpa pers, dan publik relation, yang kesemuanya itu tidak dipunyai oleh petani. Kedua, pihak perkebunan lebih berpendidikan sehingga lebih “bisa berbicara” dengan para wartawan dengan bahasa yang sema bila dibandingkan dengan para petani. Ketimpangan pada akses ini menyebabkan satu pihak lebih mungkin terkover oleh media dibanding dengan pihak lain. Tidaklah mengherankan dalam pemberitaan apa pun yang melibatkan antarkelas. Kelompok dominan lebih sering terdengar pemahaman dan pemaknaannya dibandingkan kelas bawah. Dalam konteks ini, akhirnya lahir dan terproduksi wacana bagaimana petani secara terus menerus digambarkan secara buruk, sementara pihak pengusaha atau pemilik tanah digambarkan sebagai pihak yang baik dan tidak berdosa. Pihak yang dominan bukan hanya mendifinisikan dan mencitrakan dirinya, tetapi juga mendifinisikan pihak lain yang tidak dominan. Pengusaha bukan hanya mengungkapkan dirinya sendiri tetapi juga mendefinisikan petani, sehingga petani selalu menjadi objek pemaknaan. Dari beberapa kasus tersebut nampak bahwa begitu jelas dominasi para pemangku kepentingan dengan menjadikan media sebagai alat untuk mencapai tujuannya, ketidakadilan dalam pemberitaan mengakibatkan posisi petani dan pihak perkebunan berada dalam posisi yang tidak setara dan seimbang . Padahal menurut Stuart Hall bahwa logika media sebagai transaksi yang bebas, mengandaikan semua pihak dalam kelompok dalam masyarakat mempunyai posisi yang seimbang dan setara sehingga jika terjadi perebutan pemaknaan, maka perebutan itu berlangsung secara adil.

RUJUKAN

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. LkiS. Yogyakarta.
Darma, Aliah Yoce. 2014. Analisis Wacana Kritis Dalam Multiperspektif. PT Refika Aditama. Bandung.