METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian
ini berfokus pada kajian kebudayaan pada pondok pesantren Darul Istiqamah di
Kabupaten Maros. Sebagaimana Geertz yang mengemukkan, bahwa penelitian budaya pada
umumnya berkonteks lapangan[1]. Karena
itu, penelitian ini lebih bersifat penelitian lapangan (field research), merefleksikan sebuah fenomena riil yang diperoleh
melalui pengamatan dan wawancara terhadap informan. Di samping itu, penelitian
kebudayaan dalam lapangan ilmu sosial cenderung menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut
Suwardi, penelitian kualitatif lebih menitikberatkan keutuhan (entity) sebuah fenomena budaya dan tidak
memandangnya secara parsial[2]. Penelitian kualitatif menghasilkan
informasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori atau untuk
mengidentifikasikan fokus masalah dalam rangka penelitian lebih lanjut. Dalam
kaitan ini, penulis tidak menguji suatu hipotesis, serta tidak beranjak dari
teori tertentu untuk diuji secara empirik, namun beranjak dari data dan
fakta-fakta khusus di lapangan dan membuat kesimpulan berdasarkan landasan atau
pengembangan teori tertentu. Dengan demikian, orientasi penelitian
ini berupaya memberikan pemahaman deskriptif dan analitis terhadap proses
akulturasi budaya lokal dalam lingkup kehidupan pondok pesantren Darul Istiqamah
di wilayah Kabupaten Maros.
B.
Objek dan Subjek Penelitian
Objek
penelitian ini adalah pondok pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Maros. Lokasi
penelitian ini terletak kurang lebih 20 kilometer dari pusat Kota Makassar.
Objek penelitian dipilih atas dasar pertimbangan bahwa pesantren ini menjadi
salah satu lembaga pendidikan Islam yang berkembang di tengah kehidupan
masyarakat multikultur di Kabupaten Maros, serta melihat kondisi objektif
perbedaan latar belakang sosial para santri, tenaga pengajar atau ustadz dan
kiai pesantren Darul Istiqamah. Selain itu, kondisi geografis, kedekatan dengan
informan, dan pemahaman mendasar tentang pola interaksi sosial para santri juga
menjadi bagian dari pertimbangan penulis.
Berdasarkan
keterangan di atas, maka subjek (informan) yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah elemen masyarakat pesantren yang terdiri dari; kiai, ustadz, pembina,
santri, dan warga disekitar pesantren yang dipilih berdasar pertimbangan dan kriteria
selektif. Pertimbangan yang dimaksud adalah, informan mengetahui atau menguasai
dengan baik masalah yang diteliti, terlibat langsung dalam proses interaksi sosial
di pesantren, dan mudah untuk ditemui atau bersedia diwawancarai.
C.
Metode Pendekatan
Metode
pendekatan diarahkan kepada pengungkapan pola pikir yang digunakan peneliti
dalam menganalisis sasaran, dalam ungkapan lain pendekatan ialah disiplin ilmu
yang dijadikan acuan dalam menganalisis objek yang diteliti sesuai dengan
logika ilmu itu. Dilihat dari inti permasalahan yang dikaji, metode pendekatan
yang digunakan adalah multidisipliner sebagaimana berikut :
1. Pendekatan
Historis dan Sosiologis
Pendekatan historis dalam konteks ini adalah upaya
melacak data-data kesejarahan tentang latar belakang berdirinya sebuah pondok
pesantren di Indonesia. Dengan kata lain, sejarah berdirinya pondok pesantren sendiri
merupakan salah satu rangkaian yang tidak dapat dilepaskan dengan sejarah masuk
dan berkembangnya Islam di Indonesia, di samping juga melihat kenyataan
akulturasi ajaran Islam dengan budaya lokal masyarakat pada masa itu. Dari kerangka
historis tersebut, maka pemahaman tentang proses akulturasi di dunia pesantren menjadi
acuan dasar atau data pembanding untuk melihat dinamika yang berkembang dewasa
ini.
Adapun pendekatan sosiologis adalah upaya untuk menganalisis
aspek teoritis akulturasi (perspektif
perubahan sosial). Hal ini dimungkinkan karena ilmu sosiologi berusaha memberi
gambaran tentang keadaan suatu masyarakat, pola interaksi, struktur, lapisan serta
berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dalam konteks ini, akulturasi
merupakan suatu gejala sosiologis yang dapat dianalisis dengan mengamati dimensi
sosial-budaya masyarakat sebagaimana halnya di lingkungan pesantren.
2. Pendekatan
Teori Komunikasi Antarbudaya
Pendekatan
komunikasi antarbudaya[3] sebagaimana dipaparkan terdahulu (Bab II), dimaksudkan
untuk menyoroti realitas sosiologis komunikasi yang terjadi pada masyarakat pesantren
Darul Istiqamah. Baik secara personal maupun kolektif, pondok pesantren diasumsikan
sebagai miniatur sebuah masyarakat yang pada interaksinya mengandung potensi-potensi
komunikasi antarbudaya. Dengan kata lain, ragam etnik dan latar belakang
sosial-budaya pada masing-masing individu; santri, kiai, ustadz, maupun warga
disekitarnya, memengaruhi aktifitas komunikasi mereka.
D.
Metode Pengumpulan Data
1.
Jenis Data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dua jenis data, yaitu data
primer dan sekunder. Data primer yang dimaksud bersumber dari penelitian
lapangan (hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi), sementara data sekunder
yang dimaksud bersumber dari literatur/kepustakaan.
2.
Sumber Data
Sumber data dalam
penelitian ini terdiri dari dua rangkaian data, yaitu data tertulis, observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Keduat
proses pengumpulan data tersebut dilaksanakan secara simultan hingga mencapai
kesimpulan akhir yang valid dan reliable.
Adapun penjelasan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a.
Data Tertulis
Data tertulis dalam
kaitan ini adalah upaya menelusuri data-data literatur yang relevan dengan
orientasi penelitian. Dalam konteks penelitian kualitatif, hal tersebut bertujuan untuk menjadi
acuan definisi bagi konsep-konsep penting, serta penjelasan aspek-aspek yang
tercakup di dalam fokus bahasan. Konsep-konsep penting yang dimaksud berkenaan dengan aspek kesejarahan
pondok pesantren pada umumnya, dan pada khususnya pesantren Darul Istiqamah, teori
akulturasi, teori sosiologi komunikasi atau teori komunikasi antarbudaya, dan
teori pendidikan Islam sebagai direpresentasikan dalam pendidikan pesantren.
b.
Data
Lapangan
1) Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data dari
lapangan dengan melalui pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian. Data yang dimaksud antara
lain perilaku keseharian para santri baik selama di dalam lingkungan pesantren maupun
interaksi sosial di
pondok pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Maros. Sesuai metodologi kualitatif, teknik pengamatan
digunakan melalui cara berperanserta.[4]
Dalam hal ini, peneliti menggunakan catatan pengamatan atau daftar cek, dan terlibat langsung
dalam kegiatan-kegiatan pesantren. Karena itu, peneliti berinteraksi secara
alamiah dengan untuk memperoleh data empiris yang relevan dengan arah pembahasan.
2)
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara melakukan
dialog atau tanya jawab secara langsung dengan sejumlah informan, baik santri,
kiai atau ustadz, serta pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Data
yang dibutuhkan adalah masalah persepsi, sikap, dan respon para informan terhadap
aspek interaksi dan komunikasi. Metode wawancara digunakan berdasarkan teknik snowball sampling, yang diawali dengan menentukan informan kunci. Adapun sifat wawancara yang digunakan ialah wawancara
mendalam (indepth interview) dengan
model wawancara bebas terpimpin, serta menggunakan panduan wawancara (interview guide). Panduan wawancara dalam hal ini berfungsi
sebagai instrumen penelitian, sebagai pedoman terarah bagi peneliti dan informan untuk mengungkap persoalan.
3)
Dokumentasi
Sebagai pelengkap data dari kedua proses
sebelumnya yakni pengamatan langsung (observasi) dan wawancara, kemudian mengadakan pengumpulan data melalui
proses dokumentasi. Data yang dimaksud berupa arsip atau dokumen kesejarahan pondok pesantren Darul Istiqamah, serta
data grafik atau foto objek penelitian berkenaan dengan pembahasan.
E.
Metode Analisis Data
Analisis data dalam peneltian ini
dilakukan secara induktif (dari data ke teori), yakni berangkat dari data
khusus hasil penelitian lapangan, berupa proses interpretasi transkrip hasil
wawancara, pengamatan, dan dokumen yang telah terkumpul, kemudian dikorelasikan
dengan pendekatan teori yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan umum. Menurut
Moleong, pemakaian induktif dalam penelitian kualitatif budaya lebih dapat
mengemukakan kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data,
membuat hubungan peneliti-informan lebih akuntabel, dan lebih dapat mempertajam
suatu analisis[5].
Dari alasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa analisis induktif lebih realistis
dan meyakinkan.
Adapun sistematika analisis yang digunakan
adalah model interaktif oleh Haberman dan Miles,[6] yang
dielaborasi melalui proses sebagai berikut:
1.
Klarifikasi data
Konseptualisasi
hasil wawancara dalam bentuk transkrip yang diinterpretasi, kemudian
diklarifikasi oleh informan. Selain itu, data observasi, telaah pustaka, dan sumber data lainnya tetap didiskusikan
dengan informan guna memenuhi tingkat konsistensi dan kongruensi data
(validitas internal).[7]
2.
Reduksi data
Tahapan memilah data yang terkumpul yang sesuai dengan fokus penelitian.
Memilah data dalam artian mengukur derajat relevansinya dengan maksud dan
tujuan penelitian, dengan jalan penyederhanaan atau memadukan data yang
tersebar, kemudian kembali mengeksplorasi data tambahan.
3.
Penyajian data
Proses deskripsi informasi (uraian naratif). Data
yang tersaji kemudian diringkas ke dalam bentuk bagan.
4.
Konklusi dan verifikasi
Tahapan akhir analisis
data dengan melibatkan kembali para
informan untuk memenuhi kriteria validitas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar