Berawal dari sebuah sejarah sebelum
Abad-16 Bangsa Barat & Eropa mengalami Krisis berkepanjangan sehingga
mereka berfikir bahwa salah satu solusi untuk keluar dari masa krisis ini
dengan Bangkit dan membentuk sistem kekuasaan politik kolonial dan imperial
terhadap Bangsa Bangsa lain, Sehingga penjajahan mereka berawal di
Konstantinopel membuat Barat diperkaya dengan rempah rempah dan berlangsung
cukup lama. Pada tahun 1453 Konstantinopel jatuh di tangan Turki Usmani dan
mengakibatkan tertutupnya pasokan rempah rempah sehingga mengakibatkan Bangsa
Barat/Eropa Memperluas daerah kekuasaannya di berbagai Samudra salah satunya
adalah Bangsa Indonesia.
Kolonialisme
dan Imperialisme sebenarnya memiliki pengertian yang sama dan sampai sekarang belum
mendapatkan Definisi yg lengkap dan kongkrit , akan tetapi tujuan utama Bangsa Barat/Eropa
yaitu Gold, Glory dan Gospel. Sehingga membentuk sistem kekuasaan politik dengan
cara mendominasi, mengeksploitasi, mendeskriminasi hingga menjadikan negara yg
dijajah bergantung kepadanya. Awalnya penjajahan ini hanya untuk memenuhi
kebutuhan Ekonomi rempah rempah Barat/Eropa dalam bentuk kolonialisasi sistem
tanam paksa, tetapi dengan kerakusannya mereka semakin memperluas wilayah
kekuasaan mereka sehingga membentuk imperium imperium yg semakin luas hingga menyentuh
pada aspek Budaya, Ideologi, Ilmu Pengatahuan bahkan Agama hingga pada Abad 19.
Jika
kita kembali pada sejarah peraktek peraktek kekuasaan yang berdasarkan atas
kepentingan sudah terjadi pada zaman purbakala ketika pecahnya perang antara
Grik tua dengan dinasti Achaemenids ( 600-300 SM) dari imperium Parsi, sejak
masa pemerintahannya Cyrus The Great ( 550-530 SM) sampai pada raja raja turunannya. Juga pada Zaman
Pertengahan bermula pada abad ke-4 masehi dan berlangsung selama seribu tahun
sampai dengan zaman kebangkitan ( Renaissance) di Eropa pada abad ke-14 masehi.
Terjadi saling menguasai antara imperium Roma dengan dinasti Sasanids
(206-651M), Hingga sampai pada masa tumbangnya kekuasaan islam di Adalusia
tahun 1492 M di antaranya pada masa Khalifah Umar Bin Khattab di Parsi (634-644
M) dan Khalifah Walid Bin Abdul Malik di Suraih dan Bani Umayyah ( 705-715 M).
Dua Zaman tersebut adalah akar sejarah pertumbuhan dan merupakan minat pihak
Barat untuk mempelajari situasi dan kondisi di Timur.
Sehingga pada
pencapaian kajian terhadap Timur di sebut dengan istilah “Orientalisme” dan
sebaliknya pengkajian terhadap Barat disebut dengan” Oksidentalisme”. Terdapat
beberapa faktor pendorong atas kajian ini antaranya adalah :
Kajian Orientalisme
- Berawal
dari Perang Salib
- Sentuhan
Barat Dengan Perguruan Tinggi Islam salah satunya Universitas Tertua yang ada
di Mesir dan Universitas Cordova Andalusia.
- Penyalinan
Naskah-Naskah Arab ke dalam bahasa Latin Mengenai Bidang Ilmiah dan Filsafat.
Kajian Oksidentalisme
- Awal
terjadinya keguncangan peradaban Barat dengan sains Barat membuat ego kehilangan
keseimbangan.
- Awal
kebangkitan dari keguncangan imperialisme yang ditandai dengan munculnya seruan
untuk menggunakan cara yang ditempuh penjajah dalam menguasai kita
(Timur;Islam).
- Gerakan
reformasi dan keinginan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Turki Usmani,
tasawuf dan tradisi lama penguasa, serta munculnya seruan untuk mengambil Barat
sebagai contoh kebangkitan modern.
- Dibangunnya
negara modern setelah terlepas dari negara elit, dan dibutuhkannya teoritisi,
teknokrat, sarjana dan birokrat untuk mengisi pos-pos pemerintahan.
- Awal
pengiriman delegasi keilmuan dan warga kita (Timur) ke Barat untuk belajar disana.
- Kunjungan
timbal balik antara Timur dan Barat, dan dikenalnya the other oleh ego yang
kemudian dianggap sebagai cermin bagi ego. Kebanggaan kepada Barat pun merebak
di kalangan kita (Timur), sehingga muncul anggapan bahwa Barat adalah
satu-satunya tipe modernisasi.
- Awal
penulisan tema-tema tentang wacana barat dalam bidang pemikiran, politik,
sosial, etika, hukum dan lainnya yang mengakibatkan tersebarnya madzhab Barat
di atas realitas kita dan kemudian menjadi fokus kebudayaan pemikat bagi umat
manusia.
Dominasi Barat /
Eropa membentuk hegemoni dari berbagai bentuk kekasaan ,seperti yang di katakan Said dalam wacana
Orientalisnya dengan meminjam teori Michel Foucault dan Antoniou Gramchi
sebagai pisau bedah, membagi empat jenis relasi kekuasaan yang hidup dalam
wacana orientalisme :
Pertama
kekuasaan Politis, sebetulnya pada wacana orientalisme sama sekali tidak
berhubungan langsung dengan kekuatan kekuatan politis secara kongkrit, namun
lebih berhubungan dengan suatu pertukaran timbak balik yang tidak seimbang
antara berbagai jenis kekuatan. Pada kekuasaan Politik ( Pembentukan Pemerintahan
Imperial dan Kolonial) sehingga dapat di jelaskan bahwa pola kekuasaan politis
yang menjadi wacana orientalisme yaitu penekanan dan penciptaan superioritas
dan inferioritas. Orientalisme selalu menempatkan Timur sebagai pihak inferior,
dan pada saat yang sama ia menciptakan Barat yang superior. Inilah yang
merupakan proyek oposisi-biner Barat dan memiliki bentuk kesamamaan dengan
Analogi Spivak dalam Poskolonial tentang penindasan kelompok minoritas atas
kelompok mayoritas, Penindasan Kelas Borjuis atas kelas Proletariat atau
Penindasan Laki-Laki atas Perempuan, Fannon juga mengungkapkan bahwa terdapat
bentuk Identitas yang lebih tinggi Barat yang berkulit putih dan Identitas
rendah adalah Orang Timur “ Poskolonial”.
.
Kedua
kekuasaan Intelektual ( Seperti sains sains dominan, ilmu pengatahuan atau
anatomi komparatif ), cukup jelas bahwasanya kekuasaan intelektual yang Dominan
adalah Barat/Eropa, faktanya bahwa bentuk kebergantungan Timur terhadap
Barat begitu besar dalam berbagai aspek khususnya
pada Ilmu pengatahuan, Linguistik, dan Akademis, dalam buku yang di gagas oleh Syed
Farid Alatas bahwa dalam teori captive Mind yang lahir dalam konteks
kebergantungan. Kebergantungan ini
menyoroti relasi antara akademisi di pusat ( Barat ) dan akademisi di pinggiran
(Timur), ketika yang disebut pertama mendominasi yang disebut kedua dalam
bentuk imperialisme intelektual. Akademisi pinggiran menggantungkan penelitian
dan dana pengembangan pada rekan mereka di pusat bahkan jurnal ilmiah dikontrol terutama oleh
institusi akademisi di pusat, hal ini di sebut oleh Samir Amin adalah Eurosentrisme .
Ketiga
kekuasaan Kultural ( seperti ortodiksi- ortodoksi dan undang undang ras, bahasa
dan nilai nilai), pada kekuasaan kultural bentuk Dominasi Barat mencakup pada
selera, teks, dan kategori estetika kolonial yang di mimiasi/mimikri (dalam
konsep Bhaba) oleh bangsa Timur, hal ini bisa di temukan di India, Mesir dan
negara negara bekas koloni. Pada Kekuasaan selera di Indonesia terdapat Mcdonald
dan Bakery Holland yang begitu di minati Masyarakat Indonesia “ Westernteste”
begitu pula Style seperti gaya berbusana, warnah kulit, bentuk Hidung bahkan oprasi plastik , tidak lain hanyalah
untuk mempercantik diri Mirip Orang Orang Barat “ Westernisasi” dan kesemuanya
adalah budaya Barat yang diadopsi oleh bangsa Timur khususnya Indonesia ( Indikasi Eurosentrisme ).
Keempat Moral kekuasaan (
Seperti gagasan-gagasan tentang apa yang” kita ” lakukan dan apa yang tidak
dapat “ mereka ” lakuakan atau pahami seperti yang “ kita ” lakukan atau “ kita
” pahami ), secara Subtansial Kekuatan moral menurut Said adalah tentang apa
yang baik dan tidak baik dilakukan Timur. Said mengungkapkan bagaimana
orang-orang Arab mengalami pendiskreditan dan pemaksaan identitas yang
signifikan. Sebagaima negara yang terbelakang, Arab dikonstruksikan dan
direpresentasikan sebagai bangsa yang berbahaya, rendah, statis, dan berbagai
predikat buruk lainnya. Pendapat ini juga mungkin ditujukkan untuk
menjustifikasi praktik “kontrol” sewenang-wenang negara Barat terhadap negara
Arab atau Timur Tengah.
Selanjutnya, Barat juga mempunyai peran besar
dalam menciptakan representasi dan prototip wanita Timur dengan segala
eksotisme, sensualitas, dan kebisuannya. Flaubert dalam Kuchuk Hanem, Harem,
dan konsepsi hina wanita Timur dalam teks-teks lainnya merupakan contoh dari
hal ini.
Solusi dan Kongklusi : Dikotomi
negara maju dan negara berkembang merupakan wacana yang hidup dalam
orientalisme, negara maju adalah negara-negara Barat, terutama Eropa. Dan
negara berkembang, dengan tingkat Human Development Index yang rendah adalah
Asia dan Afrika. Bentuk dikotomi ini menegaskan superioritas Barat dan
inferioritas Timur. Secara Politis, intelektual, kultural, moral, dan ekonomi, predikat
negara berkembang ini merupakan suatu hegemoni Barat. Karena dengan dikotomi
itu, negara Barat terkesan legitimate
untuk memberikan perlakuan khusus kepada negara-negara berkembang,
dengan rezim World Bank atau WTO. Sah-sah saja memang menggolongkan negara
sesuai dengan kemampuan ekonominya, tetapi yang perlu dicermati di sini adalah,
setelah mempelajari postkolonialisme dan orientalisme khususnya, saya menjadi
sadar bahwa konstruksi dan konsepsi internasional seperti istilah negara
berkembang merupakan bentuk-bentuk tak terlihat dari kolonialisme jenis baru.
Dan kita sebagai orang Timur hendaknya berhenti membentuk diri kita sendiri
sesuai konsepsi Barat: Timur yang inferior, fundamentalis, miskin,
intelektualitas rendah, dan predikat lainnya merupakan ilusi yang tidak harus
kita terima tetapi yang harus kita lawan adalah sebuah Solusi menurut saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar